Langsung ke konten utama

Derita Kaum Commuter





Rasanya sudah lama gue punya niat mau nulis topik ini. Seakan gak kerasa hampir 2 tahun bergelut setap pagi dan sore sama yang namanya KRL Jabodetabek.

As you know, gue kerja di kawasan Sudirman. Sebenarnya banyak cara untuk bisa sampai ke bagian kota Jakarta ini. Bisa bawa motor sendiri, atau naik ojek, atau naik bus TransJakarta, dan pilihan terakhir naik KRL.
http://gdb.voanews.com/02172980-8CB3-4E3B-A4A6-B58F0BFACCF5_mw1024_s_n.jpg
KRL Jabodetabek dulu banget.

Dulu waktu baru diterima kerja, gue naik bus TransJakarta karena belum terlalu familiar sama yang namanya naik KRL. Mungkin lebih ke anggapan gue kalo naik KRL itu penuh sesak seperti tahun-tahun sebelumnya.

Denger nama KRL Jabodetabek aja gue udah gerah rasanya. Dulu masih takut banget naik transportasi ini. Mulai dari gak teraturnya penumpang sampai ke sisi keamanan selama di perjalanan. KRL yang dulu jadi momok tersendiri bagi orang jakarta, identik sama penumpang yang berjubel dan bahkan ada yang duduk di atap kereta.

Bahaya? Pastinya. Gue yang nggak naik aja ngeri-ngeri sedap. Apalagi yang tiap pagi harus berjuang jadi penumpang. Dan image itu masih gue rasakan sampai sekarang.

Meskipun...

Meskipun KRL sekarang nggak separah dulu. Banyak berubah nya, lebih bagusnya, lebih enaknya, lebih tepat waktunya, lebih murahnya juga dari transportasi lain, dan lebih cepat pastinya.

Kadang gue berpikir kenapa orang Jabodetabek gak naik kereta aja semua? Lumayan buat ngurangin kemacetan yakan.

Awalnya sih gitu...

Tapi makin hari, gue merasa makin nggak nyaman sama KRL. Bukan karena harga atau akses ke stasiunnya, secara gitu rumah gue ke stasiun kayak lagu dangdut "Pacar Lima Lagkah". Yiihhaaaaa ahahaha ....

Gue makin nggak nyaman sama ketepatan waktunya. Jujur ini jadi masalah tersendiri buat gue. Secara pribadi gue memaklumi kondisi padatnya naik KRL di jam sibuk entah iitu berangkat atau pulang kerja. Ya mau gimana, ini kota udah padat banget sama manusia yakan.

Tapi, ketepatan waktu yang membuat gue seolah mau diem di rumah aja. (lhaaaaa kerjaan gue gimana?). Ketika jam sibuk, mungkin KRL yang 10-12 rangkaian kereta aja bisa penuh banget, apalagi yang cuma 8 kereta. Kalo pake logika dan ngerasain langsung, gue bisa maklum ketika kereta penuh tapi waktu tempuhnya sesuai. Dalam hal ini tanpa gangguan  dan lain-lain.

Coba bayangin, dari Stasiun Sudirman ke Stasiun Cawang, kalo normal dan lancar tanpa ketahan sinyal masuk, cuma 15 menit.

Sekarang? Tiap berangkat maupun pulang kerja. Untuk bisa masuk Stasiun Manggarai aja harus antri.
Mulai dari 5 menit bahkan pernha hampir 30 menit untuk bisa masuk Stasiun Manggarai. itu cuma berangkat kerja, belum termasuk kejadian pulang kerja.

Jujur gue pernah berdiri berdesakan selama 1 jam nunggu kereta gue bisa masuk Stasiun Manggarai. Seakan semua pengguna KRL harus memaklumi hal ini. Ya, gue menerima alasan kenapa harus antri masuk Manggarai. Karena armada yang terlalu banyak di satu koridor, juga karena Stasiun Manggarai itu Hub nya KRL dari seluruh penjuru jabodetabek.

Belum lagi kalo udah kena "Gangguan Rangkaian" atau bahkan denger ada kereta anjlok. Rasanya gue mau jadi ahli waris Bill Gates aja. Gausah kerja berjubel naik kereta.

Gimana pun juga, gue merasa bersyukur bisa merasakan hal-hal tadi setiap hari. Bukannya lebay, gue bersyukur karena seolah Allah mengingatkan gue bahwa cari uang itu nggak mudah. Hidupgak sebercanda yang dipikirkan banyak orang.

Tidak adakah solusinya?

KRL Feeder Manggarai - Duri
Mungkin menambah opsi transportasi yang se-efisien dan secepat juga semurah KRL.Untuk naik bus TransJakarta, jujur gue udah nggak mau naik angkutan ini di jam sibuk. Terkesan kapok secara pribadi.

Naik KRL itu jadi cerita tersendiri buat gue. Mungkin orang lain merasa bosan, tapi gue nggak. Jujur, karena gue penggemar duna perkeretaan di Indonesia. Gue teramat sangat menikmati jadi penumpang angkutan masal ini. Mulai dari stasiun yang makin rapih dan bersih, juga harga tiket yang lebih murah.

Stasiun Sudirman

Gangguan-gangguan yang terjadi itu anggap aja mecin di sayur yang emak lo masak. Suatu hari ini gue yakin akan lebih baik dna lebih efisien.

Dan, di bagian ini gue mau menyampaikan unek-unek gue ke masyarakat yang masih belum amu beralih ke transportasi umum.


Pak, Bu, Mas, Mbak. Nggak bosen bermacet-ria di jalan raya? Macet itu masalah dan tanggung jawab bersama, bukan hasil dari ketidak becusan pemerintah. Kita yang pake kok jalan raya. Kalo mau Jakarta nggak macet, gausah gengsi dan lebay. Atau bahkan sampe nyewa helikopter dan landing depan rumah. Bijaknya masyarakat dalam beraktivitas dengan moda transportasi gue rasa sangat membantu mengurangi kemacetan. Misal, untuk jarak dekat, jangan bawa kendaraan bermotor pribadi. Lo bisa naik angkot, atau bawa sepeda. Memang susah, tapi ketika sudah menjadi kebiasaan, akan terasa mudah.

Naik transportasi umum itu enak kok. Dan lebih murah, jadi uang jajan gue lebih banyak. Hahahaha

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cita-cita

What's up, Guys! Udah lama gue gak posting di blog ini. Ya bisa dibilang karena gue terlalu sibuk dengan cita-cita gue. But anyway, speaking speaking cita-cita. Gue rasa tiap orang punya cita-cita pasti. Kalo boleh menjelaskan apa yang gue pikirkan, mungkin karena manusia itu punya free-will atau kehendak pribadi dan rasa gak-pernah-cukup yang ada dalam diri setiap orang, mungkin itu yang membuat seseorang akhirnya punya cita-cita. Kalo ditanya apa cita-cita gue, gue cuma punya satu cita-cita kok, Guys. Cita-cita gue adalah gue mau tau tujuan hidup gue yang sebenarnya, I mean, apa alasan gue ada di dunia, seharusnya gue ngapain di dunia. Menurut gue, cita-cita inilah yang mungkin bisa dibilang cita-cita sebenarnya. Orang lain punya cita-cita mau jadi orang kaya alias punya banyak uang, tapi yang jadi pertanyaan, kalo udah kaya, mau ngapain? Mau dikemanain duitnya? Bisa bosen kan kalo megang duit terus? Ya, gue gak munafik sih, gue juga butuh uang, karena gue hidup di jaman mode

21 Tahun

21 tahun yang lalu seorang anak dilahirkan di sebuah keluarga sederhana. Sang Ayah, yang seorang pedagang, memanjatkan do'a, berharap sang anak diberikan hidup yang jauh lebih baik dari Sang Penguasa. Sang Ibu, seorang wanita pekerja kasar, memanjatkan do'a, berharap sang anak kelak akan menjadi seorang yang bermanfaat di masyarakat. 21 tahun berlalu, sang anak tumbuh besar, mengenal dunia. Ia bersanding dengan masyarakat, mencari jati diri  dengan pesan yang diberikan oleh orang tuanya. Tidak satupun hari Ia berdiri di dunia tanpa memikirkan siapa Ia, untuk apa Ia dilahirkan.  21 tahun berlalu, sang anak diajarkan untuk tumbuh besar. Mengenal kebaikan, lalu keburukan sebagai pendamping.  Dua hal yang tak dapat dipisahkan. Sang anak mengenal kasih sayang, senyuman. Ia berharap hidup akan tetap seperti itu. Namun tak pelak, keburukan datang mengajarkan sang anak arti kehidupan lebih besar dari sebuah kata bahagia yang Ia terima dari orang tuanya. 21 tahun be

The Dreamy Idealist

The Dreamy Idealist atau Idealis Pemimpi sangat berhati-hati dan oleh karenanya tampak pemalu dan pendiam bagi orang lain. Mereka berbagi kehidupan emosional mereka yang kaya serta pendapat-pendapat kuat mereka dengan sedikit sekali orang. Namun orang sering keliru menilai mereka dingin dan pendiam. Mereka memiliki sistem nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang murni dan mulia yang menonjol di dalam diri mereka yang demi hal-hal itu mereka bersedia mengorbankan banyak hal. Joan of Arc atau Sir Galahad adalah contoh tipe kepribadian ini. Tipe Idealis Pemimpi selalu berusaha keras memperbaiki dunia. Mereka dapat sangat memikirkan orang lain dan melakukan banyak hal untuk mendukung mereka dan membela mereka. Mereka tertarik dengan sesama mereka, penuh perhatian dan murah hati terhadap mereka. Begitu antusiasme mereka akan suatu hal atau orang bangkit, mereka dapat menjadi pejuang yang tak kenal lelah. Bagi tipe Idealis Pemimpi, hal-hal praktis tidak benar-benar penting. Mere