Langsung ke konten utama

Cari Kerja atau Kuliah (Part I)

Selesai Ujian Nasional, pertengahan April lalu, gue mengisi waktu kosong sambil nyari tempat magang diseputaran Jakarta. Banyak badan usaha gue sambangi. Mulai dari yang deket rumah, sampai jauh dari alam semesta pun gue sambangi. Bersama sekelompok manusia (re : temen gue) yang sama-sama masih jadi pengangguran kelas menengah alias baru lulus, kita berputar-putar di Jakarta. Karena belum pernah punya pengalaman kerja, paling banter juga pengalaman PKL beberapa bulan lalu, kita memutuskan untuk mencari perusahaan yang mudah dijangkau angkutan murah meriah misal bus Transjakarta, maklum kan gue baru lulus hihihi..
Panas, capek, haus, laper, semuanya campur aduk jadi satu. Bahkan gue sempat putus asa harus kemana melangkahkan kaki ini (duh lebaaaaay). Kita mulai dari hari pertama cari lokasi. Awalnya pikiran gue tertuju ke sebuah gedung mentereng di sekitar Jakarta Pusat, yup, menara BNI 46. Bisa dibilang itu jadi landmark nya Jakarta. Loe bisa search jakarta di Google, pasti bermunculan panorama Jakarta bersama gedung ini. Menurut gue sich, gedung ini memang futuristik dan kece cucok gitu. Atapnya yang lengkung itu lho, aduh gue sih mau kerja disitu hahahaha. Kita fokus ke masalah cari tempat magang, ada hal menarik selama hari pertama gue nyari tempat magang sendirian. Pas gue lagi di jalan, kebetulan gue naik busway, ya itusih yang paling murah menurut gue. Suasana busway koridor 10 yang bersih nan nyaman membuat gue puas dengan layanan busway di koridor ini. Kebetulan bis nya sepi, jadi gue bisa leluasa di bis. Mulai dari foto selfie sampe jadi tukang asongan pun gue lakukan. Yee keleeess...
Pasang headset dan dengerin lagu adalah andalan gue selama dalam perjalanan, kemanapun, dimanapun, dalam keadaan apapun. Gue duduk di deket sambungan bis, karena ini area cowo, dan spot ini jadi favorit gue. Di tempat duduk yang agak jauh dari pintu ini, sedikit kemungkinan gue bakal disuruh bangun dari tempat duduk karena ada ibu-ibu cucok yang ngadu ke penjaga pintu. Hihihihi jahat ya gue.. You know lah, Jakarta indentik dengan macet, busway sekalipun pasti kena macet walaupun punya jalur sendiri. Gue memutuskan untuk memejamkan mata sambil menikmati musik. Gak sadar mata mulai ngantuk dan gue tidur. Eh seketika gue dibangunkan sama penjaga pintu busway seraya berkata "Mas, tidur yuk..". Loh? Bukan, dia bilang gini "Mas, mau turun dimana, udah sampe pluit ini". Gue kebablasan...

Sebagai seorang petualang, gue gak gumoh, terkejut, atau shock karena kebablasan. Tapi, karena ini pertama kalinya gue naik busway sampe ke daerah ini, gue agak khawatir. Siapa tau gue dijegat preman terus gue diperkosa di semak-semak (yaa kelees siapa yang mau ama gue hahaha). Banyak tempat gue sambangi sendiri, dan gapernah ragu sedikitpun, bahkan pertama kali ke Palembang, gue sendirian dan berani (hebat yaa gue). Tapi kebablasan ke Pluit, gue ragu dan sedikit khawatir. Sampai ke khawatiran gue terjawab. Baru beberapa menit jalan, botol minum gue tumpah di tas. Gak sampe bikin jakarta banjir, cuma barang-barang gue jadi tersapu tsunami. Entah dosa apa gue sampai hal ini terjadi (ampuni aku Tuhan).

Gue lanjutin ceritanya di part II, Don't miss it



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cita-cita

What's up, Guys! Udah lama gue gak posting di blog ini. Ya bisa dibilang karena gue terlalu sibuk dengan cita-cita gue. But anyway, speaking speaking cita-cita. Gue rasa tiap orang punya cita-cita pasti. Kalo boleh menjelaskan apa yang gue pikirkan, mungkin karena manusia itu punya free-will atau kehendak pribadi dan rasa gak-pernah-cukup yang ada dalam diri setiap orang, mungkin itu yang membuat seseorang akhirnya punya cita-cita. Kalo ditanya apa cita-cita gue, gue cuma punya satu cita-cita kok, Guys. Cita-cita gue adalah gue mau tau tujuan hidup gue yang sebenarnya, I mean, apa alasan gue ada di dunia, seharusnya gue ngapain di dunia. Menurut gue, cita-cita inilah yang mungkin bisa dibilang cita-cita sebenarnya. Orang lain punya cita-cita mau jadi orang kaya alias punya banyak uang, tapi yang jadi pertanyaan, kalo udah kaya, mau ngapain? Mau dikemanain duitnya? Bisa bosen kan kalo megang duit terus? Ya, gue gak munafik sih, gue juga butuh uang, karena gue hidup di jaman mode

21 Tahun

21 tahun yang lalu seorang anak dilahirkan di sebuah keluarga sederhana. Sang Ayah, yang seorang pedagang, memanjatkan do'a, berharap sang anak diberikan hidup yang jauh lebih baik dari Sang Penguasa. Sang Ibu, seorang wanita pekerja kasar, memanjatkan do'a, berharap sang anak kelak akan menjadi seorang yang bermanfaat di masyarakat. 21 tahun berlalu, sang anak tumbuh besar, mengenal dunia. Ia bersanding dengan masyarakat, mencari jati diri  dengan pesan yang diberikan oleh orang tuanya. Tidak satupun hari Ia berdiri di dunia tanpa memikirkan siapa Ia, untuk apa Ia dilahirkan.  21 tahun berlalu, sang anak diajarkan untuk tumbuh besar. Mengenal kebaikan, lalu keburukan sebagai pendamping.  Dua hal yang tak dapat dipisahkan. Sang anak mengenal kasih sayang, senyuman. Ia berharap hidup akan tetap seperti itu. Namun tak pelak, keburukan datang mengajarkan sang anak arti kehidupan lebih besar dari sebuah kata bahagia yang Ia terima dari orang tuanya. 21 tahun be

The Dreamy Idealist

The Dreamy Idealist atau Idealis Pemimpi sangat berhati-hati dan oleh karenanya tampak pemalu dan pendiam bagi orang lain. Mereka berbagi kehidupan emosional mereka yang kaya serta pendapat-pendapat kuat mereka dengan sedikit sekali orang. Namun orang sering keliru menilai mereka dingin dan pendiam. Mereka memiliki sistem nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang murni dan mulia yang menonjol di dalam diri mereka yang demi hal-hal itu mereka bersedia mengorbankan banyak hal. Joan of Arc atau Sir Galahad adalah contoh tipe kepribadian ini. Tipe Idealis Pemimpi selalu berusaha keras memperbaiki dunia. Mereka dapat sangat memikirkan orang lain dan melakukan banyak hal untuk mendukung mereka dan membela mereka. Mereka tertarik dengan sesama mereka, penuh perhatian dan murah hati terhadap mereka. Begitu antusiasme mereka akan suatu hal atau orang bangkit, mereka dapat menjadi pejuang yang tak kenal lelah. Bagi tipe Idealis Pemimpi, hal-hal praktis tidak benar-benar penting. Mere