Shane Ibnu |
Masa sekolah itu, adalah masa yang nggak
akan pernah gue lupakan. Ada aja asem-manis di masa itu. Mulai dari punya temen
baru, kenal temen yang lebih baru, atau bahkan dari jenis yang terbaru. Lebih
sadis lagi, kenal dunia relation ship-an
juga di sekolah. You know lah mulai
dari dapet gebetan sampe ditinggal gebetan. Udah gue bilang, ada aja kan asem
manis dunia sekolah. Oh iya, gue Hendry, murid kelas XII sebuah konspirasi
pendidikan di daerah Jakarta. Gue nggak terlalu pinter tapi nggak bego-bego
juga sih, ya kira-kira balance lah. Ada masa ketika gue bisa jadi contoh
murid-murid yang lain, tapi ada masa dimana gue jadi beban murid-murid lain.
Ya, itulah hidup.
Gue kenal instansi (re: penjara) ber-label
pendidikan ini 12 tahun lalu. Waktu itu gue masih seorang bocoa ingusan yang
bahkan nggak ngerti gimana cara Spongebob
bikin suara di dalam kerdus. Bisa dibilang gue ini termasuk anak yang tenar
di sekolah, itu karena gue punya temen yang tenar juga di sekolah, intinya gue
numpang tenar (suram). Dari kelas 1 SD sampe sekarang kelas XII (yang pasti
SMA, bukan SD) gue udah terlalu expert
tentang sesuatu yang berhubungan dengan pertemanan, pelajaran, guru killer, pemalakan, bahkan hubungan
berbasis pacaran.
We’ll quick (duh ilah begaya pake Inggris)
..
Kita pisahkan hal-hal itu jadi beberapa
point. Pertama hubungan, kedua pelajaran, ketiga uang jajan, ke-empat hubungan
pelajaran dengan uang jajan.
Hubungan,
hmm ini hal yang cukup rumit buat gue, karena gue punya pengalaman yang cukup menyayat
hati (backsound dramatis). Pemikiran gue mulai tergoyah oleh hubungan berbasis
pacaran pas gue kelas X (SMA lho yaa, bukan SD). Waktu itu gue terkenal karena
punya nama geng Triple Oh, entah
siapa yang membual dengan nama itu. Geng ini terdiri dari gue, Rival temen gue,
dan Karezky, dia juga temen gue. Kita (Loe aja gue nggak) selalu bersama
kemanapun, kapanpun, dan apapun yang terjadi, bahkan mungkin saat badai
menerjang si buta yang bisa melihat si lumpuh berjalan menuju si tuli yang
sedang mendengar si bisu berbicara. Oke, itu lebay. Kelas gue terkenal akan
kegaduhan dan kesengsaraan karena murid-murid nya yang entah berasal dari
planet mana. Tapi geng ini selalu bersatu padu. Sampai pada suatu hari, dua
teman gue dalam geng ini punya pacar, dan kebetulan pacar mereka ada di kelas
yang sama.
Gue sebagai anak yang polos (re: sok polos)
menganggap biasa hal itu, hingga pada suatu siang ada sebuah cahaya menyinari
hati yang gersang ini. Mereka (temen gue) bikin sebuah kesepakatan buat
nyomblangin gue sama temen dari pacar mereka, tentunya satu kelas sama pacar
mereka. Udah gue bilang, gue ini anak yang polos dan rajin menabung, akhirnya
gue setuju dengan rencana mereka tanpa piker panjang untung kelangsungan masa
depan gue. Singkat cerita, gue “tembak” seorang cewe, tapi sorry dalam hal ini
gue nggak mungkin sebut nama nya. Mungkin itu akan jadi sebuah kutukan. Kita
beri nama ini cewek Mrs. X. Dia sekelas sama pacar temen-temen gue.
Beruntungnya ini cewek nggak begitu terkenal dimata murid-murid sekolah ini.
Eh, menurut mitos, sekolah gue ini selalu lebih banyak murid ceweknya, bahkan
perbandingannya bisa sampai 1 banding 90. Nah, Loe bisa pikir betapa nikmat
hidup ini. Oke balik ke masalah awal. Lanjut cerita, ini cewek gue tembak
dengan kondisi kopolosan gue ditambah sedikit kebodohan gue.
Singkat
cerita (mulai males bahas ini), gue merasa dibodohi temen-temen gue. Mulai dari
kondisi saat gue “nembak” dia sampai kondisi pas gue pacaran sama dia. Bahkan
kondisi pas gue putus pun masih merasa dibodohi temen-temen gue. Ya, sekilas
itulah cerita kelam gue. Nggak usah nanya kenapa gue merasa dibodohi, gue
merasa dijadikan kelinci percobaan. Ini sebuah federasi yang mencoba memperolok
gue dimata masyarakat, mau taro dimana muka gue? (berlinang air mata)
Hingga akhirnya, federasi berbasis geng ini mulai retak akibat “pelajaran”. Hal-hal yang demikian itu mulai mencoba memengaruhi pertemanan ini. Dan gue mulai mencoba untuk tidak berkelompok di sekolah. Sesuai janji siswa, menjadi warga DKI yang baik. Hubungannya…?
Hingga akhirnya, federasi berbasis geng ini mulai retak akibat “pelajaran”. Hal-hal yang demikian itu mulai mencoba memengaruhi pertemanan ini. Dan gue mulai mencoba untuk tidak berkelompok di sekolah. Sesuai janji siswa, menjadi warga DKI yang baik. Hubungannya…?
Kelas
pun mulai berubah aturan, awalnya jadi ajang pencarian anggota geng, tapi pada
akhirnya berubah jadi perang dingin antar mantan anggota. Gue mulai merasakan
hal itu sejak kelas XI, ini berarti tahun kedua gue di sekolah ini. Semua temen
gue mulai mengenal prinsip individualisme. Seolah mereka hanya mencari
keuntungan pribadi dalam bersosialisasi. Contohnya, seseorang akan mendekati
yang pintar hanya untuk mendapat nilai ulangan yang bagus. Apa tujuan sekolah
cuma buat nilai?
Gue
mencoba memahamai hal ini melalui ketua kelas. Namanya Ibnu, dia cukup tenar di
sekolah ini, kenapa? Karena Loe bisa liat dia dari jarak bermil-mil jauhnya.
Dia tinggi dan punya pamor yang cukup baik di mata guru-guru bahkan kepala
sekolah. Ini anak jadi ketua kelas di periode kedua kelas ini, tapi sosok ketua
kelas bukan sesuatu yang cukup dibutuhkan kelas ini. Seorang ketua kelas cuma
sebagai penyerang ketika guru memanggil. Dengan hal ini, yang lainnya bisa
mengandalkan jabatannya untuk mengurus keperluan yang berhubungan dengan guru.
Oke, kita coba berhitung. Ada sekitar 15
mata pelajaran, berarti ada 15 guru. Seandainya ada 3 urusan dari tiap-tiap
guru yang ngajar, ya silahkan Loe itung sendiri. Bayangkan, sekolah gue ada 3
lantai, kalo kebetulan dapet kelas di lantai 3, dan kebetulan kantor guru ada
di lantai 1, itu berarti seorang ketua kelas harus minum obat kuat untuk
melayani permintaan guru-guru (ini ambigu ya?). sistem sekolah ini adalah moving class, alasannya biar gak bosan
di kelas yang sama setiap hari.
Setiap guru yang ngajar kelas gue, selalu minta dijemput dengan alibi nggak tau kelas dimana, padahal udah jelas-jelas mereka dikasih denah lengkap sekolah ini, kenapa nggak coba ketok setiap kelas, anggap aja itu lotre. Keberuntungan selalu menentukan nasib anda. Cukup adil bukan, murid-murid datang pagi buta untuk menjemput ilmu, bukan menjemput guru (emangnya kita digaji?). Nah, kira-kira begitu. Bayangkan seorang ketua kelas harus melakukan itu setiap hari. Tapi, nggak ada sedikitpun rasa iba di hati gue buat bantu Ibnu. Mungkin itulah resiko seorang ketua kelas. Dan mungkin resiko itu pula yang bikin ini anak mulai bosan dengan jabatannya. Atau mungkin dia dibuat sibuk sama kegiatan dia diluar sekolah. Seinget gue, dia sering ikut seminar kesana kemari. Dan sialnya, dia selalu dapet ongkos sampe ratusan ribu dari seminar itu. Andai itu gue. Mungkin gue akan lebih kaya dari Bill Gate. Ya, mungkin.
Setiap guru yang ngajar kelas gue, selalu minta dijemput dengan alibi nggak tau kelas dimana, padahal udah jelas-jelas mereka dikasih denah lengkap sekolah ini, kenapa nggak coba ketok setiap kelas, anggap aja itu lotre. Keberuntungan selalu menentukan nasib anda. Cukup adil bukan, murid-murid datang pagi buta untuk menjemput ilmu, bukan menjemput guru (emangnya kita digaji?). Nah, kira-kira begitu. Bayangkan seorang ketua kelas harus melakukan itu setiap hari. Tapi, nggak ada sedikitpun rasa iba di hati gue buat bantu Ibnu. Mungkin itulah resiko seorang ketua kelas. Dan mungkin resiko itu pula yang bikin ini anak mulai bosan dengan jabatannya. Atau mungkin dia dibuat sibuk sama kegiatan dia diluar sekolah. Seinget gue, dia sering ikut seminar kesana kemari. Dan sialnya, dia selalu dapet ongkos sampe ratusan ribu dari seminar itu. Andai itu gue. Mungkin gue akan lebih kaya dari Bill Gate. Ya, mungkin.
Itu
segelintir kisah seorang ketua kelas yang tak dianggap. Masih ada 31 orang lain
di kelas gue. Tenang, gue nggak akan cerita semua (gue aja males hahaha). Ada
hal unik di kelas gue, entah memang unik atau apa. Jadi gini, kalo Loe anggota
kelas ini, maka, Loe harus ikhlas memberi dan berbagi. You know what I mean.
Sebagai percobaan, Loe ke kantin, nggak usah jajan yang terlalu mahal, terus
Loe bawa ke kelas gue. Lalu, sebuah keajaiban akan terjadi dengan makanan Loe.
Ada 2 kemungkinan. Pertama, makanan Loe lenyap dengan sedikit sisa, yang kedua,
makanan Loe lenyap tanpa sisa sedikitpun. Dan ketika itu terjadi, hidup Loe
akan terasa hilang harapan. Ya, itulah contoh keajaiban di kelas gue.
Percobaan
selajutnya, coba Loe taruh segelas air mineral di meja, terus Loe tinggal pergi
tapi jangan sampai lepas pandangan Loe, beberapa detik kemudian, akan terlihat
seseorang mendekati gelas itu, lalu lenyap tanpa jejak. Hal itu selalu terjadi
di kelas ini.
Di
kelas ini gue belajar mengamati, diamati, memilih teman, dipilih, bahkan
mutusin, dan diputusin. Kelas ini terlalu berharga (berapa emang harganya?)
buat gue. Teman-teman mengejarkan gimana cara tertawa mulai dari hahaha,
wkwkwkwk, sampe xoxoxo. Walaupun terkadang gue bingung apa bedanya. Tapi
intinya, gue masih bisa tertawa (di atas penderitaan orang hahaha) meski kelas
ini terlalu absurd untuk dikatakan sebuah federasi pertemanan tingkat SMA. Dan
akhirnya, gue merasa perang dingin ini mulai berubah jadi perang antar kaum
oposisi. Kita bicara sebuah hal yang disebut “tikung-menikung” pacar temen.
Sebagai pengamat, gue merasa frasa tabu itu yang awal gendering perang (kok
lama-lama terasa kayak puisi ya?).
Awalnya,
gue pikir itu cuma sebuah guyonan anak SMA ingusan, tapi ternyata sebuah anak
panah yang mampu menembus jantung lawan. Sekarang kita bermain logika, ketika
Loe jadi seorang terdakwa dalam kasus hubungan berbasis pacaran, nikung pacar
atau bahkan nikung pacar temen sendiri adalah sebuah kesalahan dalam dunia
pacaran. Loe nggak cuma memulai perang antara 3 orang, tapi akan berdampak pada
konpirasi kemakmuran masyarakat di setiap pihak, ya temen-temen mereka mulai
ikut campur. Gue merasa itu adalah hal yang wajar. Sebagai tersangka, harus
dihukum, lalu gimana nasib korban? Itu tergantung kesepakatan bersama setelah
sidang. Banyak kasus kaya gitu di kelas ini, mulai dari tingkat rendah, sampe
expert pun ada. Mulai dari yang kasusnya berakhir dalam damai, sampai berlanjut
atau bahkan nggak pernah selesai. Gue juga nggak tau kapan kutukan kelas ini
akan hilang.
Masih
soal hubungan berbasis pacaran, di kelas ini juga banyak bintang sinetron
kawakan. Kelas gue terkenal dengan munculnya film-film mesra antar pelajar.
Sebenarnya gue tau ini sebuah kesalahan, tapi gue harus apa? Gue cuma rakyat
polos yang bahkan belum sunat (ini bercanda, gue udah sunat kok, mau liat?).
ceritanya, ada yang punya pacar sekelas (buset.. banyak banget). Ya, Loe
harusnya paham maksud gue. Lanjut, mereka mulai membuat adegan-adegan aneh,
mulai dari obrolan biasa, kemudian pegangan, sampai obrolan biasa lagi.
Intinya, dimana rasa prikemanausiaan mereka? Nggak pernah kah sedetik pun
mereka kasihan sama jomblo-jomblo di kelas ini, termasuk gue. Ya, gue termasuk
jomblo saat itu dan gue nggak peduli akan hal itu.
Gue
punya pengalaman ketika suka sama orang di kelas ini, tapi dia suka sama orang
lain di kelas ini juga, akhirnya gue mundur. Sedikit bocoran, gue tipe orang
yang nggak suka memaksakan kehendak pribadi. Jadi, Loe tau yang akan Loe
perbuat kalo suka sama gue, hahaha.
Karena
tahun kedua di sekolah ini Cuma berisi kisah pilu kelas gue, kita lanjut ke
tahun terakhir.
Gue
belum lama ada di kelas XII, dan udah banyak hal aneh yang terjadi. Mulai dari
makin terpecahnya kelas ini, migrasi pertemanan, perubahan status hubungan,
sampe video SMP 4 yang belum lama beredar di masyarakat. Gue masih bingung,
kenapa gue kalah sama bocah SMP yang bahkah gatau adat itu. Gue pun mau hahaha.
Tapi, nggak semua bagian tahun terakhir ini yang jadi suram. Di tahun ini pula
gue punya pacar (akhirnya Tuhan adil sama gue). Dan akhrinya gue mulai ngerti
kenapa kelas ini terpecah-belah. Gue bisa mengambil kesimpulan, kami terpecah
karena hubungan berbasis pacaran, yang membuat hal tiap orang di kelas ini
mulai menunjukan egoisme pribadi masing-masing. Misalnya, gue mulai menjauh
dari perkumpulan cowok autis kelas ini dan mulai menyendiri, walaupun itu bukan
kendala buat gue, tapi gue butuh teman untuk sekedar berbicara sepatah kata
(kok kayak kena kanker ya?). Tanpa sadar, gue berteman dengan mantan ketua
kelas periode kedua, Ibnu.
Persiapan Kelulusan
Jum’at
tiba, andai gue orang Amerika, gue bakal bilang “TGIF”. Hari ini pelajaran
olahraga di jam ketiga, seperti biasa temen-temen kelas gue berubah sedikit
santai. Karena kebetulan hari ini bagian teori, jadi nggak keluar ruang.
Akhirnya gue bisa santai selama 2 jam di kelas. Seperti biasa, hidup gue buat
senyaman mungkin, hingga semakin nyaman karena mantan ketua kelas ngajak gue
renang. Dia udah terlalu tinggi, dan masih suka berenang, mau setinggi apa
lagi?
Masuk
dalam to-do list, akhir pecan
berenang sama beberapa orang di kelas ini. Ibnu nyoba ngajak beberapa orang
tambahan untuk ikut acara ini, alhasil cuma tiga orang yang berhasil diajak.
Gue, Ibnu, dan Yara, temen sekelas gue juga. Jum’at berlalu menjadi Sabtu.
Karena rumah gue terlampau jauh dari sekolah, gue berangkat lebih awal buat
nepatin janji renang bareng yang lain. Sampai di spot kolam renang, gak terlalu
jauh dari sekolah, kita prepare untuk nyemplung ke kolam. Gue nggak bisa
renang, dan gue bersyukur punya temen bisa renang. Seketika gue minta diajarin
gimana cara renang yang benar. Gue berharap ada sedikit perubahan pulang dari
tempat ini, namun, gue berharap sama orang yang salah. Gue pikir mereka bisa
ngajarin gue karena mereka sedikit terlatih di kolam renang. Dan seketika itu
pula mereka hampir tenggelam karena ngajarin gue. Kenapa semua ini nggak adil
ya Tuhan?
Kita
cuma berpose indah bagai model underwear di pinggir kolam renang. Terjadi
sedikit pembicaraan diantara kami. Mulai dari ngobrolin kenapa kolam renang
pake kaporit sampai obrolan seputar wanita. Inilah lelaki, gue sich nggak
heran. Gue sedikit hening pas Ibnu tiba-tiba bilang kalo cewe yang dulu gue
taksir, sekarang justru berbalik jadi naksir gue. Entah gue harus apa, saat ini
gue punya seorang pacar. Dan mungkin perasaan dalam hati pun udah menguap jadi
butiran uap-uap kehampaan (mulai dramatis). Akhirnya gue coba merubah
pembicaraan dan ternyata berhasil. Gue terselamatkan dari kegalauan.
Ada
yang sedikit berbahagia hari ini, si Yara, temen gue, dia baru jadian. Ini semakin
menambah panjang obrolan di kolam renang hari ini. Dan di lain pihak, si Ibnu
lagi deket sama salah satu primadona sekolah ini, Rifa. Cukup beruntung dia.
Karena Yara baru aja jadian, dia masih sedikit malu untuk ngaku. Entahlah,
mungkin jadian justru jadi beban buat dia. Pernah terlintas pikiran aneh,
dimana bukti sah Loe punya pacar? Sementara kementrian agama nggak pernah
mengakui pacaran sebagai ikatan sah antara dua manusia. Ada yang lebih aneh
lagi, kenapa para jomblo diperlakukan berbeda? Gue pernah denger kalo manusia
punya hak yang sama. Gue berharap ada sedikit sikap berkoalisi antara si jomblo
dan si taken, istilah orang yang punya pacar. Bukankah ini sebuah ide yang
sangat menguntungkan? Kita bisa menciptakan lingkungan yang harmonis. Gue rada
miris sama orang yang berstatus jomblo, tiap malam minggu selalu merasa
tertindas, teraniaya, terhina, terisolasi, bahkan tak dianggap. Dimana keadilan
sejati berada? Gue sich nggak nething, kalo dipikir ulang, semakin banyak
jumlah jomblo, maka semakin besar produksi sabun sebuah negara. Ini justru akan membantu meningkatkan
kesejahteraan sebuah negara. Setidaknya gue sedikit mengangkat citra para jomblo.
Cewek atau wanita?
Soal
kaum hawa, siapa lagi yang lebih ngerti dibanding para kaum adam? Yup, ungkapan
yang gue rasa pas. Tapi, gue sebagai cowo (sok polos) masih belum mahir dalam
urusan wanita.
Pernah
ada tragedi hubungan di sekolah gue. Ceritanya gini, si A (cewe) suka sama si
B, tapi si B suka sama si C dan beruntungnya si C ngerespon si B. Apa yang
terjadi dengan si A? Ya, dia depresi. Syukurlah gue masih liat dia di sekolah
gue. Awalnya, gue pikir itu anak bakal tewas mengenaskan. Sekarang kita ambil
kesimpulan dari tragedi itu. Tersangka dalam kasus ini sebenarnya si B, hanya
saja dia nggak tau kalo si A suka sama dia. Jadi, dia nggak bisa diadili.
Belakangan gue tau kalo si C ternyata tau bahwa si A suka sama si B. Cukup
mengenaskan ternyata kalo dipikir-pikir. Apa sich yang cewek mau dari kita?
Kenapa mereka tega menindas sesamanya demi seorang cowok? Lalu kenapa kita kita
sebagai cowok terlalu labil dihadapan mereka? Kita singkirkan
pertanyaan-pertanyaan itu.
Kasus
kedua, baru-baru aja terjadi di kelas gue. Salah satu temen gue, namanya
Anggita. Dia pacaran sama aanak di kelas gue juga, namanya Badrul. Ceritanya,
semester ini lagi ada guru sukarelawan dari universitas yang katanya sich mau
magang. Dari salah satu guru sukarelawan itu, ada seorang guru, kita sebut aja
Ibu X. Ini guru pernah ngawas di kelas gue pas jam kosong karena guru utama
nggak hadir waktu itu. Secara pribadi gue nggak pernah kenal sama guru-guru
magang itu. Sampe suatu ketika gue denger si Badrul deket sama Ibu X. Untuk
beberapa waktu si Anggita, pacar Badrul, nggak tau hal ini. Gue sich peduli apa
sama mereka, hidup gue aja nggak terlalu gue perdulikan. Sampe akhirnya Anggita
pun tau hal ini, seketika bencana datang. Singkat cerita, hubungan mereka masih
bertahan sampe sekarang. Kesimpulannya, ada tipe cewek yang masih bisa bertahan
walaupun sang cowok berhidung belang.
Kasus
ketiga, ini tentang temen deket gue, Ibnu. Gue bilang di awal kalo dia lagi
deket sama seorang primadona sekolah ini. Yang jadi masalah, itu primadona
pernah jadian sama temen deketnya Ibnu, namanya Prabowo, juga temen sekelas
gue. Gue denger awalnya si Prabowo ngerasa dikhianati, tapi kalo dipikir, ini
bukan salah Ibnu. Karena belakangan gue denger, Prabowo berantem sama mantan
nya itu, kemudia putus. Si Rifa, mantannya, merasa dibuang sia-sia. Kemudia si
Ibnu dateng. Ibnu pernah cerita kalo dia sich nggak pernah bermasalah sama
anggapan orang lain tentang hubungannya. Dia bilang, kalo udah disia-in jangan
pernah berharap untuk kesempatan yang kedua. Aih, kalimat yang cukup macho. Lebih
macho lagi, ibunda dari Rifa belum lama ini meninggal, si Ibnu dateng kerumah
Rifa dan stay disana sampe malem hari. Akhirnya, hal itu merubah persepsi orang
terhadap Ibnu. Bisa dibilang, Ibnu bener-bener cinta sama doi. Ooh Tuhan,
sengatan cinta.
Cewek
itu minta dimengerti, sayangnya semua cowok nggak pernah pengertian. Kalopun
ada cowo pengertian, pasti dia abis semedi di gunung kidul, semacam nyari
wangsit. Cewek juga minta kejujuran dari sang cowok, tapi sayangnya banyak
cewek yang justru nggak pernah terima kalimat jujur dari sang cowok, akhirnya,
banyak cowok mati sia-sia karena kejujuran-nya sendiri. Just, let it be. Sampe sekarang, gue masih ragu gimana cara
menjadi seorang yang cewek butuhkan. Mereka minta A, dikasih A, tiba-tiba
berubah jadi B. Mereka pikir kita power ranger yang bisa berubah tiap saat.
Lebih aneh lagi disaat cewek belanja, kenapa harus ada teriakan-teriakan
mematikan dikala mall sedang diskon? Mereka mau belanja atau kompetisi paduan
suara? Makanya, jangan heran kalo banyak mayat bergelatakan di sekitar tempat
yang lagi banyak diskon, itu ulah para cewek. Dan, kalo mereka tiba-tiba jadi
baik dihapan Loe, jangan percaya, itu bullshit.
Masih
banyak yang mau gue ceritakan, hanya saja, hidup harus terus berlanjut, dan
masih ada masa depan yang penuh cerita. Gue mau kumpulin terlebih dulu
pengalaman gue, dan gue akan bagi ke kalian.
Komentar
Posting Komentar