Langsung ke konten utama

Ujian Akhir Sekolah


Shane Ibnu

Masa sekolah itu, adalah masa yang nggak akan pernah gue lupakan. Ada aja asem-manis di masa itu. Mulai dari punya temen baru, kenal temen yang lebih baru, atau bahkan dari jenis yang terbaru. Lebih sadis lagi, kenal dunia relation ship-an juga di sekolah. You know lah mulai dari dapet gebetan sampe ditinggal gebetan. Udah gue bilang, ada aja kan asem manis dunia sekolah. Oh iya, gue Hendry, murid kelas XII sebuah konspirasi pendidikan di daerah Jakarta. Gue nggak terlalu pinter tapi nggak bego-bego juga sih, ya kira-kira balance lah. Ada masa ketika gue bisa jadi contoh murid-murid yang lain, tapi ada masa dimana gue jadi beban murid-murid lain. Ya, itulah hidup.
Gue kenal instansi (re: penjara) ber-label pendidikan ini 12 tahun lalu. Waktu itu gue masih seorang bocoa ingusan yang bahkan nggak ngerti gimana cara Spongebob bikin suara di dalam kerdus. Bisa dibilang gue ini termasuk anak yang tenar di sekolah, itu karena gue punya temen yang tenar juga di sekolah, intinya gue numpang tenar (suram). Dari kelas 1 SD sampe sekarang kelas XII (yang pasti SMA, bukan SD) gue udah terlalu expert tentang sesuatu yang berhubungan dengan pertemanan, pelajaran, guru killer, pemalakan, bahkan hubungan berbasis pacaran.
We’ll quick (duh ilah begaya pake Inggris) ..
Kita pisahkan hal-hal itu jadi beberapa point. Pertama hubungan, kedua pelajaran, ketiga uang jajan, ke-empat hubungan pelajaran dengan uang jajan.
          Hubungan, hmm ini hal yang cukup rumit buat gue, karena gue punya pengalaman yang cukup menyayat hati (backsound dramatis). Pemikiran gue mulai tergoyah oleh hubungan berbasis pacaran pas gue kelas X (SMA lho yaa, bukan SD). Waktu itu gue terkenal karena punya nama geng Triple Oh, entah siapa yang membual dengan nama itu. Geng ini terdiri dari gue, Rival temen gue, dan Karezky, dia juga temen gue. Kita (Loe aja gue nggak) selalu bersama kemanapun, kapanpun, dan apapun yang terjadi, bahkan mungkin saat badai menerjang si buta yang bisa melihat si lumpuh berjalan menuju si tuli yang sedang mendengar si bisu berbicara. Oke, itu lebay. Kelas gue terkenal akan kegaduhan dan kesengsaraan karena murid-murid nya yang entah berasal dari planet mana. Tapi geng ini selalu bersatu padu. Sampai pada suatu hari, dua teman gue dalam geng ini punya pacar, dan kebetulan pacar mereka ada di kelas yang sama.
Gue sebagai anak yang polos (re: sok polos) menganggap biasa hal itu, hingga pada suatu siang ada sebuah cahaya menyinari hati yang gersang ini. Mereka (temen gue) bikin sebuah kesepakatan buat nyomblangin gue sama temen dari pacar mereka, tentunya satu kelas sama pacar mereka. Udah gue bilang, gue ini anak yang polos dan rajin menabung, akhirnya gue setuju dengan rencana mereka tanpa piker panjang untung kelangsungan masa depan gue. Singkat cerita, gue “tembak” seorang cewe, tapi sorry dalam hal ini gue nggak mungkin sebut nama nya. Mungkin itu akan jadi sebuah kutukan. Kita beri nama ini cewek Mrs. X. Dia sekelas sama pacar temen-temen gue. Beruntungnya ini cewek nggak begitu terkenal dimata murid-murid sekolah ini. Eh, menurut mitos, sekolah gue ini selalu lebih banyak murid ceweknya, bahkan perbandingannya bisa sampai 1 banding 90. Nah, Loe bisa pikir betapa nikmat hidup ini. Oke balik ke masalah awal. Lanjut cerita, ini cewek gue tembak dengan kondisi kopolosan gue ditambah sedikit kebodohan gue.

          Singkat cerita (mulai males bahas ini), gue merasa dibodohi temen-temen gue. Mulai dari kondisi saat gue “nembak” dia sampai kondisi pas gue pacaran sama dia. Bahkan kondisi pas gue putus pun masih merasa dibodohi temen-temen gue. Ya, sekilas itulah cerita kelam gue. Nggak usah nanya kenapa gue merasa dibodohi, gue merasa dijadikan kelinci percobaan. Ini sebuah federasi yang mencoba memperolok gue dimata masyarakat, mau taro dimana muka gue? (berlinang air mata)

          Hingga akhirnya, federasi berbasis geng ini mulai retak akibat “pelajaran”. Hal-hal yang demikian itu mulai mencoba memengaruhi pertemanan ini. Dan gue mulai mencoba untuk tidak berkelompok di sekolah. Sesuai janji siswa, menjadi warga DKI yang baik. Hubungannya…?
          Kelas pun mulai berubah aturan, awalnya jadi ajang pencarian anggota geng, tapi pada akhirnya berubah jadi perang dingin antar mantan anggota. Gue mulai merasakan hal itu sejak kelas XI, ini berarti tahun kedua gue di sekolah ini. Semua temen gue mulai mengenal prinsip individualisme. Seolah mereka hanya mencari keuntungan pribadi dalam bersosialisasi. Contohnya, seseorang akan mendekati yang pintar hanya untuk mendapat nilai ulangan yang bagus. Apa tujuan sekolah cuma buat nilai?
Gue mencoba memahamai hal ini melalui ketua kelas. Namanya Ibnu, dia cukup tenar di sekolah ini, kenapa? Karena Loe bisa liat dia dari jarak bermil-mil jauhnya. Dia tinggi dan punya pamor yang cukup baik di mata guru-guru bahkan kepala sekolah. Ini anak jadi ketua kelas di periode kedua kelas ini, tapi sosok ketua kelas bukan sesuatu yang cukup dibutuhkan kelas ini. Seorang ketua kelas cuma sebagai penyerang ketika guru memanggil. Dengan hal ini, yang lainnya bisa mengandalkan jabatannya untuk mengurus keperluan yang berhubungan dengan guru. Oke, kita coba berhitung. Ada sekitar  15 mata pelajaran, berarti ada 15 guru. Seandainya ada 3 urusan dari tiap-tiap guru yang ngajar, ya silahkan Loe itung sendiri. Bayangkan, sekolah gue ada 3 lantai, kalo kebetulan dapet kelas di lantai 3, dan kebetulan kantor guru ada di lantai 1, itu berarti seorang ketua kelas harus minum obat kuat untuk melayani permintaan guru-guru (ini ambigu ya?). sistem sekolah ini adalah moving class, alasannya biar gak bosan di kelas yang sama setiap hari.

          Setiap guru yang ngajar kelas gue, selalu minta dijemput dengan alibi nggak tau kelas dimana, padahal udah jelas-jelas mereka dikasih denah lengkap sekolah ini, kenapa nggak coba ketok setiap kelas, anggap aja itu lotre. Keberuntungan selalu menentukan nasib anda. Cukup adil bukan, murid-murid datang pagi buta untuk menjemput ilmu, bukan menjemput guru (emangnya kita digaji?). Nah, kira-kira begitu. Bayangkan seorang ketua kelas harus melakukan itu setiap hari. Tapi, nggak ada sedikitpun rasa iba di hati gue buat bantu Ibnu. Mungkin itulah resiko seorang ketua kelas. Dan mungkin resiko itu pula yang bikin ini anak mulai bosan dengan jabatannya. Atau mungkin dia dibuat sibuk sama kegiatan dia diluar sekolah. Seinget gue, dia sering ikut seminar kesana kemari. Dan sialnya, dia selalu dapet ongkos sampe ratusan ribu dari seminar itu. Andai itu gue. Mungkin gue akan lebih kaya dari Bill Gate. Ya, mungkin.

Itu segelintir kisah seorang ketua kelas yang tak dianggap. Masih ada 31 orang lain di kelas gue. Tenang, gue nggak akan cerita semua (gue aja males hahaha). Ada hal unik di kelas gue, entah memang unik atau apa. Jadi gini, kalo Loe anggota kelas ini, maka, Loe harus ikhlas memberi dan berbagi. You know what I mean. Sebagai percobaan, Loe ke kantin, nggak usah jajan yang terlalu mahal, terus Loe bawa ke kelas gue. Lalu, sebuah keajaiban akan terjadi dengan makanan Loe. Ada 2 kemungkinan. Pertama, makanan Loe lenyap dengan sedikit sisa, yang kedua, makanan Loe lenyap tanpa sisa sedikitpun. Dan ketika itu terjadi, hidup Loe akan terasa hilang harapan. Ya, itulah contoh keajaiban di kelas gue.
Percobaan selajutnya, coba Loe taruh segelas air mineral di meja, terus Loe tinggal pergi tapi jangan sampai lepas pandangan Loe, beberapa detik kemudian, akan terlihat seseorang mendekati gelas itu, lalu lenyap tanpa jejak. Hal itu selalu terjadi di kelas ini.
Di kelas ini gue belajar mengamati, diamati, memilih teman, dipilih, bahkan mutusin, dan diputusin. Kelas ini terlalu berharga (berapa emang harganya?) buat gue. Teman-teman mengejarkan gimana cara tertawa mulai dari hahaha, wkwkwkwk, sampe xoxoxo. Walaupun terkadang gue bingung apa bedanya. Tapi intinya, gue masih bisa tertawa (di atas penderitaan orang hahaha) meski kelas ini terlalu absurd untuk dikatakan sebuah federasi pertemanan tingkat SMA. Dan akhirnya, gue merasa perang dingin ini mulai berubah jadi perang antar kaum oposisi. Kita bicara sebuah hal yang disebut “tikung-menikung” pacar temen. Sebagai pengamat, gue merasa frasa tabu itu yang awal gendering perang (kok lama-lama terasa kayak puisi ya?).
Awalnya, gue pikir itu cuma sebuah guyonan anak SMA ingusan, tapi ternyata sebuah anak panah yang mampu menembus jantung lawan. Sekarang kita bermain logika, ketika Loe jadi seorang terdakwa dalam kasus hubungan berbasis pacaran, nikung pacar atau bahkan nikung pacar temen sendiri adalah sebuah kesalahan dalam dunia pacaran. Loe nggak cuma memulai perang antara 3 orang, tapi akan berdampak pada konpirasi kemakmuran masyarakat di setiap pihak, ya temen-temen mereka mulai ikut campur. Gue merasa itu adalah hal yang wajar. Sebagai tersangka, harus dihukum, lalu gimana nasib korban? Itu tergantung kesepakatan bersama setelah sidang. Banyak kasus kaya gitu di kelas ini, mulai dari tingkat rendah, sampe expert pun ada. Mulai dari yang kasusnya berakhir dalam damai, sampai berlanjut atau bahkan nggak pernah selesai. Gue juga nggak tau kapan kutukan kelas ini akan hilang.
Masih soal hubungan berbasis pacaran, di kelas ini juga banyak bintang sinetron kawakan. Kelas gue terkenal dengan munculnya film-film mesra antar pelajar. Sebenarnya gue tau ini sebuah kesalahan, tapi gue harus apa? Gue cuma rakyat polos yang bahkan belum sunat (ini bercanda, gue udah sunat kok, mau liat?). ceritanya, ada yang punya pacar sekelas (buset.. banyak banget). Ya, Loe harusnya paham maksud gue. Lanjut, mereka mulai membuat adegan-adegan aneh, mulai dari obrolan biasa, kemudian pegangan, sampai obrolan biasa lagi. Intinya, dimana rasa prikemanausiaan mereka? Nggak pernah kah sedetik pun mereka kasihan sama jomblo-jomblo di kelas ini, termasuk gue. Ya, gue termasuk jomblo saat itu dan gue nggak peduli akan hal itu.

Gue punya pengalaman ketika suka sama orang di kelas ini, tapi dia suka sama orang lain di kelas ini juga, akhirnya gue mundur. Sedikit bocoran, gue tipe orang yang nggak suka memaksakan kehendak pribadi. Jadi, Loe tau yang akan Loe perbuat kalo suka sama gue, hahaha.
Karena tahun kedua di sekolah ini Cuma berisi kisah pilu kelas gue, kita lanjut ke tahun terakhir.
Gue belum lama ada di kelas XII, dan udah banyak hal aneh yang terjadi. Mulai dari makin terpecahnya kelas ini, migrasi pertemanan, perubahan status hubungan, sampe video SMP 4 yang belum lama beredar di masyarakat. Gue masih bingung, kenapa gue kalah sama bocah SMP yang bahkah gatau adat itu. Gue pun mau hahaha. Tapi, nggak semua bagian tahun terakhir ini yang jadi suram. Di tahun ini pula gue punya pacar (akhirnya Tuhan adil sama gue). Dan akhrinya gue mulai ngerti kenapa kelas ini terpecah-belah. Gue bisa mengambil kesimpulan, kami terpecah karena hubungan berbasis pacaran, yang membuat hal tiap orang di kelas ini mulai menunjukan egoisme pribadi masing-masing. Misalnya, gue mulai menjauh dari perkumpulan cowok autis kelas ini dan mulai menyendiri, walaupun itu bukan kendala buat gue, tapi gue butuh teman untuk sekedar berbicara sepatah kata (kok kayak kena kanker ya?). Tanpa sadar, gue berteman dengan mantan ketua kelas periode kedua, Ibnu.

Persiapan Kelulusan
         
          Jum’at tiba, andai gue orang Amerika, gue bakal bilang “TGIF”. Hari ini pelajaran olahraga di jam ketiga, seperti biasa temen-temen kelas gue berubah sedikit santai. Karena kebetulan hari ini bagian teori, jadi nggak keluar ruang. Akhirnya gue bisa santai selama 2 jam di kelas. Seperti biasa, hidup gue buat senyaman mungkin, hingga semakin nyaman karena mantan ketua kelas ngajak gue renang. Dia udah terlalu tinggi, dan masih suka berenang, mau setinggi apa lagi?
          Masuk dalam to-do list, akhir pecan berenang sama beberapa orang di kelas ini. Ibnu nyoba ngajak beberapa orang tambahan untuk ikut acara ini, alhasil cuma tiga orang yang berhasil diajak. Gue, Ibnu, dan Yara, temen sekelas gue juga. Jum’at berlalu menjadi Sabtu. Karena rumah gue terlampau jauh dari sekolah, gue berangkat lebih awal buat nepatin janji renang bareng yang lain. Sampai di spot kolam renang, gak terlalu jauh dari sekolah, kita prepare untuk nyemplung ke kolam. Gue nggak bisa renang, dan gue bersyukur punya temen bisa renang. Seketika gue minta diajarin gimana cara renang yang benar. Gue berharap ada sedikit perubahan pulang dari tempat ini, namun, gue berharap sama orang yang salah. Gue pikir mereka bisa ngajarin gue karena mereka sedikit terlatih di kolam renang. Dan seketika itu pula mereka hampir tenggelam karena ngajarin gue. Kenapa semua ini nggak adil ya Tuhan?
          Kita cuma berpose indah bagai model underwear di pinggir kolam renang. Terjadi sedikit pembicaraan diantara kami. Mulai dari ngobrolin kenapa kolam renang pake kaporit sampai obrolan seputar wanita. Inilah lelaki, gue sich nggak heran. Gue sedikit hening pas Ibnu tiba-tiba bilang kalo cewe yang dulu gue taksir, sekarang justru berbalik jadi naksir gue. Entah gue harus apa, saat ini gue punya seorang pacar. Dan mungkin perasaan dalam hati pun udah menguap jadi butiran uap-uap kehampaan (mulai dramatis). Akhirnya gue coba merubah pembicaraan dan ternyata berhasil. Gue terselamatkan dari kegalauan.
          Ada yang sedikit berbahagia hari ini, si Yara, temen gue, dia baru jadian. Ini semakin menambah panjang obrolan di kolam renang hari ini. Dan di lain pihak, si Ibnu lagi deket sama salah satu primadona sekolah ini, Rifa. Cukup beruntung dia. Karena Yara baru aja jadian, dia masih sedikit malu untuk ngaku. Entahlah, mungkin jadian justru jadi beban buat dia. Pernah terlintas pikiran aneh, dimana bukti sah Loe punya pacar? Sementara kementrian agama nggak pernah mengakui pacaran sebagai ikatan sah antara dua manusia. Ada yang lebih aneh lagi, kenapa para jomblo diperlakukan berbeda? Gue pernah denger kalo manusia punya hak yang sama. Gue berharap ada sedikit sikap berkoalisi antara si jomblo dan si taken, istilah orang yang punya pacar. Bukankah ini sebuah ide yang sangat menguntungkan? Kita bisa menciptakan lingkungan yang harmonis. Gue rada miris sama orang yang berstatus jomblo, tiap malam minggu selalu merasa tertindas, teraniaya, terhina, terisolasi, bahkan tak dianggap. Dimana keadilan sejati berada? Gue sich nggak nething, kalo dipikir ulang, semakin banyak jumlah jomblo, maka semakin besar produksi sabun sebuah negara.  Ini justru akan membantu meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Setidaknya gue sedikit mengangkat  citra para jomblo.
         
Cewek atau wanita?

          Soal kaum hawa, siapa lagi yang lebih ngerti dibanding para kaum adam? Yup, ungkapan yang gue rasa pas. Tapi, gue sebagai cowo (sok polos) masih belum mahir dalam urusan wanita.
          Pernah ada tragedi hubungan di sekolah gue. Ceritanya gini, si A (cewe) suka sama si B, tapi si B suka sama si C dan beruntungnya si C ngerespon si B. Apa yang terjadi dengan si A? Ya, dia depresi. Syukurlah gue masih liat dia di sekolah gue. Awalnya, gue pikir itu anak bakal tewas mengenaskan. Sekarang kita ambil kesimpulan dari tragedi itu. Tersangka dalam kasus ini sebenarnya si B, hanya saja dia nggak tau kalo si A suka sama dia. Jadi, dia nggak bisa diadili. Belakangan gue tau kalo si C ternyata tau bahwa si A suka sama si B. Cukup mengenaskan ternyata kalo dipikir-pikir. Apa sich yang cewek mau dari kita? Kenapa mereka tega menindas sesamanya demi seorang cowok? Lalu kenapa kita kita sebagai cowok terlalu labil dihadapan mereka? Kita singkirkan pertanyaan-pertanyaan itu.
          Kasus kedua, baru-baru aja terjadi di kelas gue. Salah satu temen gue, namanya Anggita. Dia pacaran sama aanak di kelas gue juga, namanya Badrul. Ceritanya, semester ini lagi ada guru sukarelawan dari universitas yang katanya sich mau magang. Dari salah satu guru sukarelawan itu, ada seorang guru, kita sebut aja Ibu X. Ini guru pernah ngawas di kelas gue pas jam kosong karena guru utama nggak hadir waktu itu. Secara pribadi gue nggak pernah kenal sama guru-guru magang itu. Sampe suatu ketika gue denger si Badrul deket sama Ibu X. Untuk beberapa waktu si Anggita, pacar Badrul, nggak tau hal ini. Gue sich peduli apa sama mereka, hidup gue aja nggak terlalu gue perdulikan. Sampe akhirnya Anggita pun tau hal ini, seketika bencana datang. Singkat cerita, hubungan mereka masih bertahan sampe sekarang. Kesimpulannya, ada tipe cewek yang masih bisa bertahan walaupun sang cowok berhidung belang.
          Kasus ketiga, ini tentang temen deket gue, Ibnu. Gue bilang di awal kalo dia lagi deket sama seorang primadona sekolah ini. Yang jadi masalah, itu primadona pernah jadian sama temen deketnya Ibnu, namanya Prabowo, juga temen sekelas gue. Gue denger awalnya si Prabowo ngerasa dikhianati, tapi kalo dipikir, ini bukan salah Ibnu. Karena belakangan gue denger, Prabowo berantem sama mantan nya itu, kemudia putus. Si Rifa, mantannya, merasa dibuang sia-sia. Kemudia si Ibnu dateng. Ibnu pernah cerita kalo dia sich nggak pernah bermasalah sama anggapan orang lain tentang hubungannya. Dia bilang, kalo udah disia-in jangan pernah berharap untuk kesempatan yang kedua. Aih, kalimat yang cukup macho. Lebih macho lagi, ibunda dari Rifa belum lama ini meninggal, si Ibnu dateng kerumah Rifa dan stay disana sampe malem hari. Akhirnya, hal itu merubah persepsi orang terhadap Ibnu. Bisa dibilang, Ibnu bener-bener cinta sama doi. Ooh Tuhan, sengatan cinta.
          Cewek itu minta dimengerti, sayangnya semua cowok nggak pernah pengertian. Kalopun ada cowo pengertian, pasti dia abis semedi di gunung kidul, semacam nyari wangsit. Cewek juga minta kejujuran dari sang cowok, tapi sayangnya banyak cewek yang justru nggak pernah terima kalimat jujur dari sang cowok, akhirnya, banyak cowok mati sia-sia karena kejujuran-nya sendiri. Just, let it be. Sampe sekarang, gue masih ragu gimana cara menjadi seorang yang cewek butuhkan. Mereka minta A, dikasih A, tiba-tiba berubah jadi B. Mereka pikir kita power ranger yang bisa berubah tiap saat. Lebih aneh lagi disaat cewek belanja, kenapa harus ada teriakan-teriakan mematikan dikala mall sedang diskon? Mereka mau belanja atau kompetisi paduan suara? Makanya, jangan heran kalo banyak mayat bergelatakan di sekitar tempat yang lagi banyak diskon, itu ulah para cewek. Dan, kalo mereka tiba-tiba jadi baik dihapan Loe, jangan percaya, itu bullshit.
          Masih banyak yang mau gue ceritakan, hanya saja, hidup harus terus berlanjut, dan masih ada masa depan yang penuh cerita. Gue mau kumpulin terlebih dulu pengalaman gue, dan gue akan bagi ke kalian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cita-cita

What's up, Guys! Udah lama gue gak posting di blog ini. Ya bisa dibilang karena gue terlalu sibuk dengan cita-cita gue. But anyway, speaking speaking cita-cita. Gue rasa tiap orang punya cita-cita pasti. Kalo boleh menjelaskan apa yang gue pikirkan, mungkin karena manusia itu punya free-will atau kehendak pribadi dan rasa gak-pernah-cukup yang ada dalam diri setiap orang, mungkin itu yang membuat seseorang akhirnya punya cita-cita. Kalo ditanya apa cita-cita gue, gue cuma punya satu cita-cita kok, Guys. Cita-cita gue adalah gue mau tau tujuan hidup gue yang sebenarnya, I mean, apa alasan gue ada di dunia, seharusnya gue ngapain di dunia. Menurut gue, cita-cita inilah yang mungkin bisa dibilang cita-cita sebenarnya. Orang lain punya cita-cita mau jadi orang kaya alias punya banyak uang, tapi yang jadi pertanyaan, kalo udah kaya, mau ngapain? Mau dikemanain duitnya? Bisa bosen kan kalo megang duit terus? Ya, gue gak munafik sih, gue juga butuh uang, karena gue hidup di jaman mode

21 Tahun

21 tahun yang lalu seorang anak dilahirkan di sebuah keluarga sederhana. Sang Ayah, yang seorang pedagang, memanjatkan do'a, berharap sang anak diberikan hidup yang jauh lebih baik dari Sang Penguasa. Sang Ibu, seorang wanita pekerja kasar, memanjatkan do'a, berharap sang anak kelak akan menjadi seorang yang bermanfaat di masyarakat. 21 tahun berlalu, sang anak tumbuh besar, mengenal dunia. Ia bersanding dengan masyarakat, mencari jati diri  dengan pesan yang diberikan oleh orang tuanya. Tidak satupun hari Ia berdiri di dunia tanpa memikirkan siapa Ia, untuk apa Ia dilahirkan.  21 tahun berlalu, sang anak diajarkan untuk tumbuh besar. Mengenal kebaikan, lalu keburukan sebagai pendamping.  Dua hal yang tak dapat dipisahkan. Sang anak mengenal kasih sayang, senyuman. Ia berharap hidup akan tetap seperti itu. Namun tak pelak, keburukan datang mengajarkan sang anak arti kehidupan lebih besar dari sebuah kata bahagia yang Ia terima dari orang tuanya. 21 tahun be

The Dreamy Idealist

The Dreamy Idealist atau Idealis Pemimpi sangat berhati-hati dan oleh karenanya tampak pemalu dan pendiam bagi orang lain. Mereka berbagi kehidupan emosional mereka yang kaya serta pendapat-pendapat kuat mereka dengan sedikit sekali orang. Namun orang sering keliru menilai mereka dingin dan pendiam. Mereka memiliki sistem nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang murni dan mulia yang menonjol di dalam diri mereka yang demi hal-hal itu mereka bersedia mengorbankan banyak hal. Joan of Arc atau Sir Galahad adalah contoh tipe kepribadian ini. Tipe Idealis Pemimpi selalu berusaha keras memperbaiki dunia. Mereka dapat sangat memikirkan orang lain dan melakukan banyak hal untuk mendukung mereka dan membela mereka. Mereka tertarik dengan sesama mereka, penuh perhatian dan murah hati terhadap mereka. Begitu antusiasme mereka akan suatu hal atau orang bangkit, mereka dapat menjadi pejuang yang tak kenal lelah. Bagi tipe Idealis Pemimpi, hal-hal praktis tidak benar-benar penting. Mere